Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Portugis

Rabu, 03 Oktober 2012


* Kedatangan Spanyol ke Maluku dianggap melanggar hak monopoli Portugis,maka timbul persaingan.
  Portugis diijinkan membuat benteng di Ternate : benteng Sao Paulo.
  Spanyol diterima degan baik di Tidore.
  Persaingan Portugis-Ternate dengan Spanyol-Ternate menimbulkan perang. 
  Dimenangkan oleh Portugis-Ternate. 

  Persaingan selanjutnya diselesaikan dengan :
  Perjanjian Saragosa (1529) : 
   Maluku menjadi wilayah perdagangan Portugis dan Filipina menjadi 
                        wilayah perdagangan Spanyol

* Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis

  - Perlawanan Ternate,Tidore,Bacan terhadap Portugis.
    Ternate,Tidore dan Bacan kalah karena Portugis dibantu Malaka.
  - Perlawanan rakyat Maluku di bawah Sultan Hairun dari Ternate. Sultan Hairun diundang ke 
    benteng Portugis kemudian dibunuh.
  - Perlawanan rakyat Maluku di bawah Sultan Baabullah. Benteng Sao Paulo berhasil direbut. 
    Portugis tersingkir dari Ternate.



* VOC terbentuk dan menjadikan Ambon sebagai pusat kegiatan

* Jayakarta direbut Belanda dari P.Wijayakrama. Pusat VOC dipindah ke Jayakarta. 
  Jayakarta diganti nama menjadi Batavia



*Perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC

  -  Dipimpin oleh Siadi,lalu ditaklukan Belanda
  -  Sultan Ternate dan Tidore dipaksa mengadakan perjanjian
  -  Sultan Ternate dan Tidore menjadi pegawai Belanda dengan gaji 12.000 ringgit
  -  Rakyat Maluku tidak boleh menananm cengkih dan pala

*Perlawanan Banten terhadap Belanda

  -  Terjadi perselisihan antara Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa mengenai pengganti raja
     Sultan Haji bersengkongkol dengan Belanda dan mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa.

     Tahun 1684,Sultan Haji menandatangani perjanjian dengan VOC.

     Isi : VOC berhak memonopoli dan mengatur perdagangan di Banten.
           Pedagang asing tidak boleh masuk selain Belanda
           Banten harus membayar biaya perang dan mengijinkan VOC membuat benteng.

*Perlawanan Mataram terhadap Belanda 

1)       Puncak kejayaan dibawah Sultan Agung

2)       Perluasan ke Barat terhalang kekuasaan Belanda di Batavia

3)       Mataram menyerang Belanda melalui darat dan laut tetapi gagal

4)       Pasukan dibawah Tumenggung Baurekso membuat benteng dari bambu Marunda, Cilincing.
         a. VOC membakar kampung disekitarnya supaya mudah mengawasi gerakan mereka.
         b. Pasukan Mataram menggali parit ke benteng dan memanjat dinding benteng,tapi 
            mereka gagal.
         c. VOC menyerang balas sehingga Tumenggung Baurekso dan pasukannya gugur.

5)       Tumenggung Suro Agul-Agul,Kiai Dipati Madingo,Kiai Dipati Upasonto datang membantu.

6)       Untuk mengalahkan VOC,tentara Mataram membendung kali Ciliwung. Wabah penyakit 
         berjangkit di benteng VOC. Tapi tentara Mataram juga terkena akibatnya sehingga kekurangan
         makan dan terkena malaria.

7)       Dalam serangan ke dua Mataram menyiapkan logistik. Menempatkan lumbung di Tegal dan
         Cirebon. Belanda mengetahui lalu membakar lumbung itu.

8)       Akhirnya Benteng Hollandia berhasil direbut,tapi serangan ke Bommelin gagal. 

9)       Dalam pengepungan kota Mataram,J.P.Coen meninggal karena kolera.

10)      Mataram gagal merebut Batavia karena kurang logistik.

11)      Amangkurat I dan II adalah Sulata Mataram yang mengijinkan Belanda berdagang di semua
         bandar Mataram. Bandar Semarang dan Priangan diberikan pada Belanda.

12)      Timbul pemberontakan Trunojoyo. Trunojoyo hampir menguasai seluruh Jawa Tengah dan
         Jawa Timur dengan bantuan orang-orang Makasar setelah Perjanjian Bongaya (1667).

13)      Dengan campur tangan Belanda,Trunojoyo berhasil didkalahkan di Selangkung,Kediri.

14)      Amangkurat II dibunuh.

15)      Pemberontakan Untung Suropati berawal di Jabar. Membunuh Kapten Tach.

16)      Amangkurat III dan Sunan Mas tidak diakui kekuasaannya oleh Belanda karena bergabung
         dengan Untung Suropati.

17)      Belanda mengangkat Pangeran Puger jadi Raja Mataram.

18)      Untung Suropati kalah,wafat di Bangil.

19)      Sunan Mas kalah dan dibuang ke Srilanka.

20)      Ketika Pakubuwono III memerintah terjadi pembunuhan massal di Batavia terhadap orang-
         orang Cina. Orang Cina membalas dengan membunuh orang Eropa.

21)      Dalam keadaan kacau Pakubuwowno III membantu Cina emnyerang benteng Belanda di
         Kartasura.

22)      Karena takut serangan balasan,Pakubuwono III kembali memihak Belanda. Pantai Jawa Tengah
         dan Jawa Timur diserahkan. Ibu kota Mataram dipindahkan ke Surakarta.

23)      Mas Said (kemenakan Pakubuwono II) dan Mangkubumi (saudara Sultan) menyerang Belanda.

24)      Sebelum menginggal Pakubuwono II menitipkan Mataram pada Belanda. Pakubuwono III
         raja yang takluk.

25)      Perlawanan Mangkubumi berakhir dengan perjanjian Giyanti 1755.
         Isi : Mataram sebelah Timur : Pakubuwono III, ibu kota Surakarta   
               Mataran sebelah Barat : Mangkubumi, ibu kota Yogyakarta

26)    Akhirnya Mas Said berdamai dengan Belanda. Diadakan perjanjian Salatiga (1757). Mas Said , 
       Mangkunegaran I memperoleh  sebagian daerah Surakarta yang direbut dari Mangkunegaran.

27)    Mataram yang dibangun Sultan Agung akhirnya terpecah-pecah.


* Perlawanan rakyat Malaka

                -  Perlawanan yang terkenal dibawah Katir (oarang Jawa). Ia berusaha melakukan 
                   sabotase ekonomi terhadap Portugis dengan cara menahan masuknya beras ke 
                   Malaka. Karena selalu diburu Belanda,ia meminta bantuan Demak. 
                   Penyerangan Demak di bawah Dipati Unus gagal.

* Perlawanan rakyat Aceh

                -  Masa kejayaan di bawah : S. Iskandar Muda. Ia menyerang Portugis di Malaka 
     tapi kalah.
                -  Untuk meningkatkan perdagangan dan mendapat dana,Aceh mengijinkan kapal-kapal 
                   Belanda memasuki bandar-bandar Aceh.


* Portugis dan Belanda bersaing untuk menguasai Selat malaka.

* Kerajaan Nusantara di sekitas Selat Malaka ikut bersaing.

* Johor memihak Belanda. Aceh memihak Portugis. Aceh-Portugis kalah. Malaka direbut Belanda.


* Perlawanan rakyat Banjar 

                -  Belanda menuntut hak monopoli lada. Raja Banjar setuju tapi para bangsawan 
                   tidak setuju. Terjadi kerusuhan yang menyebabkan orang Belanda terbunuh.
                -  Melalui jalur perdagangan Belanda mencampuri pemerintahan,termasuk pemilihan
                   raja.
                -  Monopoli perdagangan sulit dicapai karena pedagang Makasar dan Cina mampu 
                   membeli lada dengan harga tinggi.

* Perlawanan rakyat Gowa-tallo

                -  Bandar Somba opu : bandar transit yang menghubungkan daerah Maluku Timur dan 
                   Indonesia bagian Barat.
                -  Belanda mengajak Gowa-Tallo melawan Banda dan menghentikan perdagangan beras 
                   dengan Portugis. Usul ZBelanda ditolak. Belanda membalas dengan menyerang 
                   kapal-kapal Gowa.
                -  Tahun 1634 Belanda memblokade bandar Sombaopu. Tapi gagal sehingga Belanda 
                   berdamai dengan Gowa-Tallo.
                -  Belanda merampas kapal Gowa yang mengangkut cendana. Terjadi pertempuran dan 
                   Gowa kalah sehingga Gowa mengakui Monopoli Belanda di Maluku.
                -  Terjadi perselisihan antara Aru Palaka dengan S. Hassanuddin,Belanda 
                   memihak Aru Palaka.
                -  Perang terbesar terjadi di Buton dan Makasar. Antara S. Hassanuddin dengan 
                   Cornelis Spellman dibantu Aru Palaka. S. Hassanuddin kalah.
                -  Terjadi perjanjian Bungaya (18 November 1667).
                   Isi : - Kerajaan Gowa melepaskan Bone dan Sumbawa
                         - Kapal asing tidak boleh mesuk ke Gowa
                         - Kapal Gowa hanya boleh berlayar dengan seijin Belanda
                         - Biaya perang Kompeni dibantu oleh Gowa -Tallo

* Perlawanan Pattimura

                -  Belanda berusaha menguasai Maluku.  Benteng Duurstede direbut.
                -  Belanda mengangkat Resident Van den Burg dan mendirikan benteng Duurstede. 
                   Thomas Matualessy,Anthony Rhebok,Lucas Latumahina, Said Parinrah,Ulupaha dan 
                   Paulus Tiahahu memimpin rakyat melawan Belanda. Belanda kalah,benteng berhasil
                   direbut, Resident mati.
                -  Di Harulu Maluku gagal merebut benteng Zeelandia. 
                -  Belanda berhasil merebut Duurstede.
                -  Pattimura, Thomas Pattiwael,Anthony Rhebok,Raja Now ditangkap. Perlawanan 
                   melemah. Tanggal 16 Desember 1817 Pattimura digantung.

* Perlawanan Padri
 * Faktor Umum     : Perpecahan kaum adat dan kaum Padri
 * Faktor pemicu    : Belanda membantu kaum adat menindas Kaum Padri
 * Akibat:
          Belanda   +Menambah daerah kekuasaan
                         - Keuangan Belanda parah
          
  Indonesia  +Tak ada
                         -Rakyat menderita

* Golongan masyarakat di Minangkabau :
        Kaum Padri            : Taat agama
        Kaum Adat             : Mempertahankan hukum adat

* Terjadi perang antara kaum Padri [Datuk Bandaro] dan Kaum Adat [Datuk Sati]
* Datuk Bandaro diganti Tuanku Imam Bonjol.
* Bonjol menjadi pusat perjuangan kaum Padri
* Belanda memihak kaum Adat
* Benteng Belanda: Van de Cock dan Van der Capellen di Batusangkar
* Tuanku nan Renceh berjuang di Baso
* Di Bonio dan Agam, Belanda gagal menghancurkan Padri
* Residen Du Pay mengajak berunding, tapi ditolak oleh kaum Padri di kota Lawas. 
  Sehingga perang pecah, namun sempat terhenti karena ada  perang Diponegoro.
* Sento Alibasa membantu kaum Padri. Namun ia ditangkap Belanda dan pasukannya dibubarkan.
* Imam Bonjol akhirnya ditangkap, dibuangke Cianjur, Ambon, dan Minangkabau, ia wafat di sana 
  sebagai tawanan.

* Perlawanan Diponegoro

* Sebab umum: 
                 1. Mataram diperkecil wilayahnya karena campur tangan Belanda.
                 2. Penderitaan rakyat dijadikan alasan untuk berbagai pajak
                 3. Bangsawan dilarang menyewakan tanah
                 4. Tokoh ulama dimasukkan dalam peradaban barat di Keraton
                 5. Belanda ikut campur dalam urusan pemerintah
                 6. Penduduk---kerja rodi
                 7. Raja-raja dianggap pegawai pemerintahan Kolonial  
        khusus:  Makam nenek Diponegoro dijadikan jalan [Tegalrejo]
        pemicu:  Rumah Diponegor ditembaki

* Akibat : 

          Indonesia - Rakyat menderita
          Belanda   + Daerah kekuasaan bertambah

* Keistimewaan Perang Diponegoro:

                1. Benteng Stelsel
                2. Siasat gerilya
                3. Van der Capellen melarang usaha perkebunan swasta di kalangan Istana

* Karena makam nenek Diponegoro akan dibuat jalan, P. Diponegoro marah dan mencabut pasak-pasak 
  itu
* Belanda mengajaknya bergabung dengan keresidenan, Diponegoro menolak dan rumahnya 
  ditembaki oleh Belanda
* Gua Selarong adalah pusat persembunyian Diponegoro dan pasukannya
* Ia didukung oleh Kiai Maja dan Sentot Alibasa Prawirodirjo
* Sistem benteng [benteng stelsel] milik Belanda berhasil melemahkan pasukan Diponegoro
* Kiai Maja mau diajak berunding oleh Belanda. Perundingan gagal, ia dibuang ke Minahasa
* Sentot Alibasa Prawirodirjo juga mau berunding. Mereka sepakat, Sentot menyerah tetapi 
  masih boleh memimpin pasukan. Akhirnya Sentot ditangkap dan dibuang ke Cianjur dan 
  meninggal di Bengkulu, ia dituduh membantu pasukan Padri.
* P. Mangkubumi menyerah, karena anaknya, P. Dipokusumo dan patihnya menyerah.
* P. Diponegoro akhirnya mau diajak berunding di Magelang tetapi ia ditipu dan dibuang ke 
  Menado, ia meninggal di Makassar. Perundingan itu gagal saat perebutan Mataram.
 

* Perlawanan Aceh

* Dalam traktat London, Inggris dan Belanda mengakui kedaulatan Aceh
* Dalam traktat Sumatra, Belanda boleh menaklukkan Sumatra temasuk Aceh
* Aceh meminta bantuan ke Turki, kedutaan Italia, dan Amerika di Singapura
* Belanda menyerang Aceh, karena Aceh meminta bantuan, pasukan Belanda dapat dipukul mundur 
  dan Kohler tewas  
* Belanda menyerang lagi di bawah pimpinan Mayor Jendral Van Suiten, merebut Mesjid Raya dan 
  istana. Sultan Mahmudsyah menyingkirr ke Luengbata
* Mahmudsyah meninggal, diganti Muhammad Daudsyah
* Rakyat melawan di bawag pimpinan Teuku Ibrahim, Teuku Cik Ditiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien,
  Panglima Polim
* Taktik Belanda:

                a. Konsentrasi Stelsel:Menempatkan pasukan Belanda di benteng-benteng 
             Belanda.

                b. Taktik adu domba   :Taktik ini gagal karena Teuku Umar memihak 
                                                  Belanda hanya untuk mencari senjata, lalu 
               berbalik melawan Belanda

                c. Mengadu ulama dengan para bangsawan:    Belanda menyuruh Dr. Snouck Hurgronje 
        untuk  menyelidiki budaya Aceh. 
               Bukunya: de Acehers. 
        Ia menganjurkan agar ulama diadu domba
                                                         dengan bangsawan.

 

* Bangsawan yang mau bekerjasama diterapkan dalam birokrasi Belanda. Hal ini 
  diterapkan oleh Jend. Van Heutsz [yang membentuk Korps Marsose]
* Teuku Umar gugur di Meulaboh
* Panglima Polim menyerah
* Sultan Muhammad Daudsyah menyerah
* Teuku Cik Ditiro meninggal
* Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang dan meninggal di sana.

*Perlawanan Bali

* Di Bali ada kerajaan Klungking, Karangasem, Buleleng, Badung.
* Buleleng-->adat tawan karang:     
                               semua kapal yang terdampar di perairan Buleleng menjadi milik
                               Buleleng.
* Belanda mengancam, lalu menyusun kekuatan militer di Karangasem
* Terjadi perang, Belanda menang
* Raja Buleleng dipaksa menandatangani perjanjian:
                a. Benteng Buleleng dibongkar

                b. Belanda ditempatkan di Buleleng

                c. Biaya perang ditanggung raja
* Setelah pasukan induk Belanda dipulangkan ke Jawa, kerajaan Karangasem, Buleleng, 
  Klungkung, Badung, Menguni menyerbu pos-pos Belanda dan merebut senjata api.
* Belanda menuntut agar I Gusti ktut Jelantik diserahkan ke Belanda.
* Mayor Jendral AV. Michiels, memimpin pasukan ke pantai Bali dan menyerang langsung Jagaraga
* Bali mengadakan perang puputan tapi kalah.


*Gerakan Protes Petani

* Sebab: rakyat menderita
* Pusat pergerakan: pesantren
* Peristiwa pemberontakan petani: Banten Utara[1888], Sidoarjo[1903], Kediri[1910], Jambi[1916],
  Pasar Rebo [Jakarta] [1916], Cimareme [Bogor] [1918], Toli-Toli [Sulawesi Tengah] [1920]
* Rakyat mempercayai adanya Ratu Adil.
* Di Jawa ada kepercayaan Jayabaya [Ramalan Jayabaya].

Sumber : http://l32central.tripod.com/prakyat.htm

Perang Banjar Kalimantan Selatan

Sabtu, 29 September 2012

Perang Banjar merupakan perlawanan rakyat terhadap Belanda di Kalimantan Selatan. Seperti halnya di daerah lain di Indonesia sebab-sebab perang adalah:
- Faktor ekonomi. Belanda melakukan monopoli perdagangan lada, rotan, damar, serta hasil tambang yaitu emas dan intan. Monopoli tersebut sangat merugikan rakyat maupun pedagang di daerah tersebut sejak abad 17. Pada abad 19 Belanda bermaksud menguasai Kalimantan Selatan untuk melaksanakan Pax Netherlandica. Apalagi di daerah itu diketemukan tambang batu bara di Pangaronan dan Kalangan.
- Faktor politik. Belanda ikut campur urusan tahta kerajaan yang menimbulkan berbagai ketidak senangan. Pada saat menentukan pengganti Sultan Adam maka yang diangkat adalah Pangeran Tamjidillah yang disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak atas tahta hanya dijadikan Mangkubumi karena tidak menyukai Belanda.

Campur tangan Belanda di keraton makin besar dan kedudukan Pangeran Hidayatullah makin terdesak maka ia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama Pangeran Antasari, sepupunya. Siapakah para pengikut perjuangan tersebut? Tidak kurang dari 3000 orang bersedia membantu termasuk tokoh-tokoh agama seperti Kyai Demang Leman, Haji Langlang, Haji Nasrum dan Haji Buyasih. Pasukan Antasari berusaha menyerang pos-pos Belanda di Martapura dan Pangaron. Sebaliknya pada pertempuran tanggal 27 September 1859 Belanda dapat menduduki benteng pasukan Pangeran Antasari di Gunung Lawak.

Tindakan Belanda berikutnya adalah menurunkan Sultan Tamjidillah dari tahta sementara itu Pangeran Hidayatullah menolak untuk menghentikan perlawanan lalu perti meninggalkan kraton, maka pada tahun 1860 kerajaan Banjar dihapuskan dan daerah tersebut menjadi daerah kekuasaan Belanda.

Apakah tindakan Belanda terebut menyurutkan perlawanan Pangeran Antasari? Ternyata tidak. Walaupun Kyai Damang Laman menyerah dan Pangeran Hidayatullan tertangkap alalu dibuang ke Cianjur namun Pangeran Antasari tetap memimpin perlawanan bahkan ia diangkat oleh rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amirudin Khalifatul Mukminin pada tanggal 14 Maret 1862. Ia dibantu oleh para pemimpin yang lain yaitu Pangeran Miradipa, Tumenggung Surapati dan Gusti Umah yang memusatkan pertahanan di Hulu Teweh. Perlawanan Antasari berakhir sampai meninggal dunia tanggal 11 Oktober 1862 kemudian dilanjutkan oleh puteranya bernama Pangeran Muhamad Seman.

Sumber : http://sejarah-suwandy.blogspot.com/search/label/perang%20banjar

Perang Jagaraga Bali

Pada abad 19 sesuai dengan cita-citanya mewujudkan Pax Netherlandica (perdamaian di bawah Belanda), Pemerintah Hindia Belanda berusaha membulatkan seluruh jajahannya atas Indonesia termasuk Bali. Upaya Belanda itu dilakukan antara lain melalui perjanjian tahun 1841 dengan kerajaan Klungkang, Badung dan Buleleng. Salah satu isinya bebunyi: Raja-raja Bali mengakui bahwa kerajaankerajaan di Bali berada di bawah pengaruh Belanda. Perjanjian ini merupakan bukti keinginan Belanda untuk menguasai Bali.

Apakah faktor yang menyebabkan timbulnya perang Bali antara tahun 1846- 1849? Masalah utama adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar di perairan wilayah kerajaan tersebut. Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem besarta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak kerajaan akan membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak dapat berjalan dengan semestinya.

Pada tahun 1844 terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di pantai Prancah (Bali Barat) dan Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda menuntut agar kerajaan Buleleng melepaskan hak tawan karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun ditolak. Kejadian tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.

Bagaimana jalannya perang Bali? Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai. Satu persatu daerah diduduki dan istana dikepung oleh Belanda. Raja Buleleng berpura-pura menyerah kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik.
Perang Buleleng disebut juga pertempuran Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah benteng di desa Jagaraga. Perang ini disebut pula Perang Puputan mengapa?
Karena perang dijiwai oleh semangat puputan yaitu perang habis-habisan. Bagi masyarakat Bali, puputan dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
- Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran merupakan kehormatan.
- Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak dikenal istilah menyerah kepada musuh.
- Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.

Benteng Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk “Supit Urang” yang dikelilingi dengan parit dan ranjau untuk menghambat gerak musuh. Selain laskar Buleleng maka raja-raja Karangasam, Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15000 orang. Semangat para prajurit ditopang oleh isteri Jelantik bernama Jero Jempiring yang menggerakkan dan memimpin kaum wanita untuk menyediakan makanan bagi para prajurit yang bertugas digaris depan.

Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan dari Batavia dengan 2265 serdadu mendarat di Sangsit. Parukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck menyerang Sangsit lalu menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.

Setelah gagal, bagaimana upaya Belanda untuk menundukkan Bali? Pada tanggal 1849 Belanda mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah 15000 orang lebih terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V Michiels dan Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak ada seorangpun laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19 April 1849 termasuk isteri Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring. Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat menguasai Bali utara. Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui puputan Badung, Klungkung dan daerah lain walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke tangan Belanda.

Sumber : http://sejarah-suwandy.blogspot.com/2010/02/perang-bali-tahun-1846-1849.html

Perang Tapanuli

Di wilayah Tapanuli terdapat beberapa kerajaan suku Batak salah satunya berpusat di Bakkara. Raja terakhir di Bakkara ialah Sisingamangaraja XII.
Apa sebab terjadi perang Tapanuli? Sebab-sebab terjadinya peperangan adalah:
- Raja Sisingamangaraja tidak senang daerah kekuasaannya dikuasai Belanda yaitu Tapanuli Selatan.
- Untuk mewujudkan Pax Netherlandica, Belanda berniat menguasai Tapanuli Utara pada saat yang sama Belanda juga melancarkan peperangan di Aceh.

Perang dimulai ketika Belanda menempatkan pasukannya di Tarutung, untuk melindungi penyebaran agama kristen yang dilakukan oleh Nommensen yang berkebangsaan Jerman. Sisingamangaraja XII menyerang kedudukan Belanda di Tarutung. Selama 7 tahun terjadi peperangan di Tapanuli Utara yaitu di daerah Bahal Batu, Soborong-borong, Balige Laguboti dan Lumban Julu.

Bagaimana tindakan Belanda menghadapi perlawanan rakyat Tapanuli? Pada tahun 1894 pasukan Belanda dikerahkan untuk merebut Bakkara sebagai pusat kekusaan Sisingamangaraja XII. Akibat penyerangan terebut Sisingamangaraja pindah ke Dairi Pakpak.

Pada tahun 1904 pasukan Belanda pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara dan berhasil mendesak pertahanan Sisingamangaraja XII. Pada tahun1907 pasukan marsose dipimpin oleh Kapten Hans Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala, isteri Sisingamangaraja XII serta dua orang anaknya, sementara itu ia dan para pengikutnya menyelamatkan diri ke hutan Simsim. Bujukan agar raja mau menyerah ditolaknya. Akhirnya dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907 Sisingamangaraja XII gugur juga Lopian puterinya dan dua orang puteranya yaitu Sutan nagari dan Patuan Anggi. Jenasahnya dimakamkan di depan markas militer Belanda di Tarutung lalu dipindahkan ke Balige. Gugurnya Sisingamangaraja XII telah menambah deretan pahlawan perjuangan kemerdekaan. Perang Tapanuli adalah perang terakhir menghadapi Belanda dengan senjata. Setahun kemudian perlawanan bangsa Indonesia ditandai dengan munculnya pergerakan nasional melalui lahirnya Budi Utomo

Sumber : http://sejarah-suwandy.blogspot.com/2010/02/perang-tapanuli-1878-1907.html

Perang Saparua Maluku


Penduduk Ambon-Lease memiliki unsur kehidupan yang dibawa dan dipadukan dengan budaya yang telah ada oleh VOC yaitu sistem perkebunan cengkeh, sistem pemerintahan desa dan sistem pendidikan desa. Sistem pemerintahan terjadi karena timbulnya daerah pemukiman baru.
Sistem perkebunan cengkeh mengharuskan menjual cengkeh rakyat ke VOC dengan harga yang ditetapkan sepihak. Hak pengolahan tanah dibagi menjadi tanah pekebunan cengkeh dan tanah pusaka warisan keluarga untuk ditanami bahan pangan untuk keluarga yang menggarapnya.
Ketiga jenis sistem tersebut menyebabkan keresahan masyarakat Maluku karena :
1. Banyak terjadi korupsi.
2. Adanya kewajiban membuat ikan asin dan garam untuk kapal perang belanda.
3. Pemuda negeri banyak yang dipaksa menjadi serdadu di Jawa.
4. Diberlakukan sirkulasi uang kertas di Ambon yang didapat dari hasil penjualan cengkeh namun untuk membeli barang di toko pemerintah harus memakai uang logam.
5. Hukuman denda dibayar dari hasil penjualan cengkeh serta ditambah biaya untuk kepentingan residen.
6. Penyerahan wajib leverantie bahan bangunan.
7. Adanya pelayaran hongi yang menebar penderitaan.
Tanggal 14 mei 1817 rakyat maluku bersumpah untuk melawan pemerintah dimulai dengan menyerang dan membongkar perahu milik belanda orombaai pos yang hendak membawa kayu bahan bangunan. Kemudian merebut benteng Duurstede oleh pasukan yang dipimpin Kapiten Pattimura dan Thomas Matulesi. Pattimura kemudian menyerang pasukan yang dipimpin beetjes untuk merebut benteng Zeelandia, namun sebelum menyerang zeelandia, Residen Uitenbroek di Haruku melkukan hal berikut :
1. Memberi hadiah kepada Kepala Desa.
2. Membentuk komisi pendakatan Kepala-Kepala Desa di Haruku.
3. Mendatangkan pasukan bala bantuan Inggris dengan Kapal Zwaluw.
Karena adanya bantuan Inggris, Kapten Pattimura terdesak masuk hutan dan benteng-bentengnya direbut kembali pemerintah.
Rakyat nusa laut menyerah tanggal 10 November 1817 setelah pimpinannya Kapiten Paulus Tiahahu serta putrinya Kristina Martha Tiahahu. Tanggal 12 November 1817 Kapitan Pattimura ditangkap dan bersama tiga penglimanya dijatuhi hukuman mati di Niuew Victoria di Ambon.
-----
Tambahan :
A. Arti definisi / pengertian Pelayaran Hongi
Pelayaran hongi adalah pelayaran yang diadakan oleh VOC tiap setahun sekali dengan kora-kora untuk patroli ke pulau manipa, seram dan buru untuk mengawasi daerah dilarang menghasilkan cengkeh yang menyebabkan banyak pedayung lokal yang mati kelaparan dan dibunuh VOC.

Perang Diponegoro

Jumat, 28 September 2012


Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri dan artileri —yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal— di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur Iogistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang mesiu dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam sebagai "senjata" tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak" melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata danprovokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka (open warfare), maupun metoda perang gerilya (geurilia warfare) yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan. ini bukan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktekkan. perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war) melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) dimana kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan HB IX memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus Silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.

Perang Padri

Rabu, 26 September 2012


Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di Sumatera Barat  dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838.Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.
Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama yang dijuluki sebagai Kaum Padri terhadap kebiasaan-kebiasaan yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat yang disebut Kaum adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Kebiasaan yang dimaksud seperti perjudian, penyabungan ayam,penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang padahal telah memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan Kaum Padri, sehingga pecahlah peperangan pada tahun 1803.
Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebaga iperang saudara yang melibatkan sesamaMinang dan Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin oleh Harimau nan salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang dipertuang pagaluyung  waktu itu Sultan Arifin Muninsyah. Kaum Adat yang mulai terdesak, meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821. Namun keterlibatan Belanda ini justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun 1833 Kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri, walaupun pada akhirnya peperangan ini dapat dimenangkan Belanda.
Perang Padri termasuk peperangan dengan rentang waktu yang cukup panjang, menguras harta dan mengorbankan jiwa raga.Perang ini selain meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, juga berdampak merosotnya perekonomian masyarakat sekitarnya dan memunculkan perpindahan masyarakat dari kawasan konflik.

Perang Pasai Aceh


Catatan tertua tentang kerajaan wilayah ini berasal dari Cina. Yakni tentang kedatangan utusan dari negeri Lan Wo Li (Lamuri) dan Samutala (Samudera) Nama kedua utusan itu bercirikan muslim. Lamuri kini berlokasi di Aceh Besar, sedangkan Samudera berada di kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.
Pada 1345, Ibnu Batuthah dari Maroko singgah di Samudera Pasai dalam perjalanan dari Delhi-India ke Cina. Ia menggambarkan jumlah penduduk kota sekitar 20 ribu jiwa. Di sana terdapat istana yang ramai dengan ratusan ilmuwan dan ulama. Pada masa itu, sultan adalah Ahmad Malik Ad-Dhahir (1326-1371). Ia mewarisi kekuasaan di sana dari Sultan Muhammad Malik ad-Dhahir (1297-1326).
Yang dianggap sebagai pembangun Dinasti Kerajaan Samudera Pasai adalah Merah Silu (1275-1297). Semula, ia adalah penyembah berhala. Kemudian Merah Silu masuk Islam dan menggunakan nama Malik Saleh. Beberapa nama sultan sempat tercatat. Antara lain Zainal Abidin Malik (1371-1405), lalu Sultan Hidayah Malik, juga Nahrisyah.
Bersamaan dengan itu, di ujung utara Aceh juga tumbuh menjadi satu pusat kekuasaan. Buku "Sejarah Umat Islam" terbitan MUI menyebut sembilan nama sultan yang dimulai dengan Johansyah (601 H. atau sekitar peralihan abad 12-13 Masehi), sebelum kemudian terjadi dua kerajaan kecil. Yakni raja Mudhafarsyah di Mahkota Alam dan Inayatsyah di Darul Kamal. Mudhafarsyah menang. Penggantinya, Ali Mughayatsyah menyatukan kedua kerajaan itu, dan menetapkan Bandar Aceh Darussalam sebagai ibukota.
Mughayatsyah pula yang menyatukan Kesultanan Pasai ke dalam kendalinya pada 1524. Pasai berakhir. Wilayah Deli bahkan dikuasai. Pada 1521, armada laut Aceh menghancurkan kekuatan Portugis pimpinan Jorge de Brito. Anak Mughasyatsyah, Salahuddin, pada 1537 menyerang Malaka namun gagal. Aceh dapat memulihkan kekuatannya di masa Sultan Alauddin Rihayatsyah yang digelari Al- Kahar (sang penakluk).
Musafir Portugis F. Mendez Pinto yang tinggal di Aceh 1539, menyebut pasukan Al-Kahar berasal dari berbagai bangsa. Ia memiliki batalyon tentara Turki. Al-Kahar dua kali menggempur Malaka, yakni 1547 dan 1568. Pasukannya bahkan mengalahkan Portugis (1562) dengan meriam yang dibelinya dari Turki. Masyarakat Aceh mengenal cerita "lada secupak". Cerita sat Raja Aceh mengirim utusan ke Turki untuk membeli meriam dengan menggunakan lada sebagai pembayarannya. Di Turki mereka lama menunggu, sampai akhirnya utusan itu menjual lada sedikit demi sedikit sehingga tinggal "secupak".
Pada 28 September 1571, Sultan Alauddin wafat. Perebutan kekuasaan terus terjadi, sampai seorang tua bernama Sayyid Al-Mukammil disepakati menjadi raja. Ali Riayatsyah menggantikan Al-Mukammil. Aceh diserbu Portugis. Raja wafat dalam serbuan itu. Iskandar Muda -keponakan yang tengah dipenjara oleh raja-bangkit memimpin perlawanan dan mampu mengusir Portugis. Kitab "Bustanus-salatin" menyebut Iskandar Muda dinobatkan pada 6 Dzulkhijjah 1015, atau awal April 1607.
Para bangsawan kerajaan dikontrol dengan keras oleh Iskandar Muda. Mereka diharuskan ikut jaga malam di istana setiap tiga hari sekali tanpa membawa senjata. Setelah semua terkontrol, Iskandar Muda memegang kendali terhadap produksi beras. Di masanya, Kerajaan Aceh Darussalam mengekspor beras keluar wilayah. Ia memperketat pajak kelautan bagi kapal-kapal asing, mengatur kembali pajak perdagangan (saat itu banyak pedagang Inggris dan Belanda berada di Aceh), bahkan juga mengenai harta untuk kapal karam.
Untuk militer, Iskandar Muda membangun angkatan perang yang sang kuat. Seorang asing, Beaulieu mencatat jumlah pasukan darat Aceh sekitar 40 ribu orang. Untuk armada laut, diperkirakan Aceh memiliki 100-200 kapal, diantaranya kapal selebar 30 meter dengan awal 600-800 orang yang dilengkapi tiga meriam. Ia juga mempekerjakan seorang Belanda sebagai penasihat militer yang mengenalkan teknik perang bangsa Belanda dan Perancis. Benteng Deli dijebol. Beberapa kerajaan ditaklukkan seperti Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619) serta Tuah (1620).
Iskandar Muda wafat pada 29 Rajab 1046 H, atau 27 Desember 1636. Ia digantikan menantunya, Sultan Iskandar Tsani yang lembut. Tidak bertangan besi seperti mertuanya. Iskandar Tsani lebih menitikberatkan pada masalah keagamaan ketimbang kekuasaan. Begitu pula istrinya, Sri Sultan Taju al_Alam Syafiatuddin Syah (1641-1675) setelah Iskandar Tsani wafat. Setelah itu, tiga perempuan memegang kendali kerajaan Aceh. Mereka adalah Sultanah Nurul Alam Zakiatuddin Syah (1675-1677), Ratu Inayat Zakiatuddin Syah (1677-1688) dan Ratu Kamalat. (1688-1699).
Kesultanan Aceh terus berjalan. Namun, pamornya terus menyurut. Pertikaian internal terus berlangsung. Sementara pusat kegiatan ekonomi dan politik bergeser ke selatan ke wilayah Riau-Johor-Malaka. Aceh baru muncul kembali dua abad kemudian, yakni akhir Abad 19, ketika Belanda berusaha menguasai wilayah tersebut. Pemberontakan oleh para bangsawan Aceh terjadi. Sekali lagi, sejarah Aceh kepemimpinan perempuan yakni melalui perlawanan Tjut Nya' Dhien, sekalipun sudah tanpa Teuku Umar dan Panglima Polim.n Dua abad kemudian, kepemimpinan perempuan di Aceh mewujud pada Tjut Nya' Dhien yang memimpin pemberontakan terhadap Belanda.

Operasi Trikora Irian Jaya Barat

Pembebasan Irian Barat, adalah konflik dua tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Indonesia Soekarno mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.


Peta Papua bagian barat pada tahun 1960-an

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda, . Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua bagian barat, namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu satu tahun.

Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua bagian barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua bagian barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah Indonesia beberapa kali menyerang Papua bagian barat, Belanda mempercepat program pendidikan di Papua bagian barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada 1957. Sebagai kelanjutan, pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu yang berada di Pulau Tidore, dengan gubernur pertamanya, Zainal Abidin Syah yang dilantik pada tanggal 23 September 1956.



KRI Irian, Penjelajah kelas Sverdlov

Pada tanggal 6 Maret 1959, harian New York Times melaporkan penemuan emas oleh pemerintah Belanda di dekat laut Arafura. Pada tahun 1960, Freeport Sulphur menandatangani perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan Borneo Timur untuk mendirikan tambang tembaga di Timika, namun tidak menyebut kandungan emas ataupun tembaga.

Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia. Belanda mengirimkan kapal induk Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua bagian barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan di perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950, unsur-unsur pertahanan Papua Barat terdiri dari:

  • Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda)
  • Korps Mariniers
  • Marine Luchtvaartdienst
Keadaan ini berubah sejak tahun 1958, di mana kekuatan militer Belanda terus bertambah dengan kesatuan dari Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan Marine Luchtvaartdienst. Selain itu, batalyon infantri 6 Angkatan Darat merupakan bagian dari Resimen Infantri Oranje Gelderland yang terdiri dari 3 Batalyon yang ditempatkan di Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana, dan Teminabuan.
Sebuah operasi rahasia dijalankan untuk menyusupkan sukarelawan ke Papua bagian barat. Walaupun Trikora telah dikeluarkan, namun misi itu dilaksanakan sendiri-sendiri dalam misi tertentu dan bukan dalam operasi bangunan.

Hampir semua kekuatan yang dilibatkan dalam Operasi Trikora sama sekali belum siap, bahkan semua kekuatan udara masih tetap di Pulau Jawa. Walaupun begitu, TNI Angkatan Darat lebih dulu melakukan penyusupan sukarelawan, dengan meminta bantuan TNI Angkatan Laut untuk mengangkut pasukannya menuju pantai Papua bagian barat, dan juga meminta bantuan TNI Angkatan Udara untuk mengirim 2 pesawat Hercules untuk mengangkut pasukan menuju target yang ditentukan oleh TNI AL.

Misi itu sangat rahasia, sehingga hanya ada beberapa petinggi di markas besar TNI AU yang mengetahui tentang misi ini. Walaupun misi ini sebenarnya tidaklah rumit, TNI AU hanya bertugas untuk mengangkut pasukan dengan pesawat Hercules, hal lainnya tidak menjadi tanggung jawab TNI AU.

Kepolisian Republik Indonesia juga menyiapkan pasukan Brigade Mobil yang tersusun dalam beberapa resimen tim pertempuran (RTP). Beberapa RTP Brimob ini digelar di kepulauan Ambon sebagai persiapan menyerbu ke Papua bagian barat. Sementara itu Resimen Pelopor (unit parakomando Brimob) yang dipimpin Inspektur Tingkat I Anton Soedjarwo disiagakan di Pulau Gorom. Satu tim Menpor kemudian berhasil menyusup ke Papua bagian barat melalui laut dengan mendarat di Fakfak.

Tim Menpor ini terus masuk jauh ke pedalaman Papua bagian barat melakukan sabotase dan penghancuran objek-objek vital milik Belanda. Pada tanggal 12 Januari 1962, pasukan berhasil didaratkan di Letfuan. Pesawat Hercules kembali ke pangkalan. Namun, pada tanggal 18 Januari 1962, pimpinan angkatan lain melapor ke Soekarno bahwa karena tidak ada perlindungan dari TNI AU, sebuah operasi menjadi gagal.


Pertempuran Laut Aru Maluku

Tidak diragukan lagi, perang laut paling dramatis yang pernah terjadi di Indonesia adalah Pertempuran Laut Aru yang merupakan bagian dari operasi Trikora. Tiga kapal perang tempur Indonesia yang ditugaskan melakukan operasi penyusupan, RI Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, dan RI Harimau, harus berhadapan dengan sebuah takdir buruk. Operasi yang seharusnya berjalan rahasia ini ternyata terendus oleh pihak otoritas Belanda. Mereka mengirimkan dua kapal jenisdestroyer dan pesawat tempur untuk menenggelamkan ketiga kapal perang Indonesia. Namun, dengan heroiknya, RI Matjan Tutul memutuskan untuk maju dan mengalihkan perhatian musuh, memberikan kesempatan kepada dua kapal yang lain untuk melarikan diri. Komodor Yos Sudarso wafat dalam pertempuran ini.

Sumber : http://www.jagatreview.com/2011/08/10-perang-indonesia-yang-pantas-menjadi-video-game/2/

Perang Puputan Bali


Bagi Anda yang belum mengenal sejarah Bali sebelumnya, Puputan mungkin tampil sebagai sebuah konsep yang masih asing terdengar. Namun, bagi yang pernah mempelajarinya, Puputan merupakan tindakan paling patriotik yang ada dalam sejarah Indonesia. Puputan adalah tradisi masyarakat Bali untuk memberikan perlawanan terhadap siapa pun agresor yang berani menyentuh Tanah Air hingga titik darah penghabisan. Tidak ada kata mundur, tidak ada kata menyerah. Salah satu perang puputan paling dramatis adalah Puputan Margarana yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Dalam usaha mempertahankan desa Marga dari serangan NICA, Ngurah Rai yang berhasil merampas senjata api dari tentara Belanda berkomitmen untuk mengobarkan perang perlawanan hingga titik darah penghabisan. Tentara Belanda yang sempat kewalahan dan kalah terpaksa meminta bantuan sebagian besar pasukannya di Bali dan pesawat pengebom dari Makassar untuk membasmi perlawanan ini. 96 orang tewas, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Dari pihak Belanda? Kurang lebih 400 orang tewas.

Pertempuran Semarang

Dengan menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, dan disusul dengan diproklamarkan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka seharusnya tamatlah kekuasaan Jepang di Indonesia.Dan ditunjuknya Mr Wongsonegero sebagai Penguasa Republik di Jawa Tengah dan pusat pemerintahannya di Semarang, maka adalah kewajiban Pemerintah di Jawa Tengah mengambilalih kekuasaan yang selama ini dipegang Jepang, termasuk bidang pemerintahan, keamanan dan ketertibannya. Maka terbentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Di beberapa tempat di Jawa Tengah telah terjadi pula kegiatan perlucutan senjata Jepang tanpa kekerasan antara lain di Banyumas, tapi terjadi kekerasan justru di ibu kota Semarang. Kido Butai (pusat Ketentaraan Jepang di Jatingaleh) nampak tidak memberikan persetujuannya secara menyeluruh, meskipun dijamin oleh Gubernur Wongsonegoro, bahwa senjata tersebut tidak untuk melawan Jepang. Permintaan yang berulang-ulang cuma menghasilkan senjata yang tak seberapa, dan itu pun senjata-senjata yang sudah agak usang. Kecurigaan BKR dan Pemuda Semarang semakin bertambah, setelah Sekutu mulai mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa. Pihak Indonesia khawatir Jepang akan menyerahkan senjata-senjatanya kepada Sekutu, dan berpendapat kesempatan memperoleh senjata harus dimanfaatkan sebelum Sekutu mendarat di Semarang. Karena sudah pasti pasukan Belanda yang bergabung dengan Sekutu akan ikut dalam pendaratan itu yang tujuannya menjajah Indonesia lagi. Pertempuran 5 hari di Semarang ini dimulai menjelang minggu malam tanggal 15 Oktober 1945. Keadaan kota Semarang sangat mencekam apalagi di jalan-jalan dan kampung-kampung dimana ada pos BKR dan Pemuda tampak dalam keadaan siap. Pasukan Pemuda terdiri dari beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan organisasi para pemuda lainnya. Dapat pula kita tambahkan di sini, bahwa Markas Jepang dibantu oleh pasukan Jepang sebesar 675 orang, yang mereka dalam perjalanan dari Irian ke Jakarta, tapi karena persoalan logistik, pasukan ini singgah di Semarang. Pasukan ini merupakan pasukan tempur yang mempunyai pengalaman di medan perang Irian. Keadaan kontras sekali, karena para pemuda pejuang kita harus menghadapi pasukan Jepang yang berpengalaman tempur dan lebih lengkap persenjataannya, sementara kelompok pasukan pemuda belum pernah bertempur, dan hampir-hampir tidak bersenjata. Juga sebagian besar belum pernah mendapat latihan, kecuali diantaranya dari pasukan Polisi Istimewa, anggota BKR, dari ex-PETA dan Heiho yang pernah mendapat pendidikan dan latihan militer, tapi tanpa pengalaman tempur.Pertempuran lima hari di Semarang ini diawali dengan berontakan 400 tentara Jepang yang bertugas membangun pabrik senjata di Cepiring dekat Semarang. Pertempuran antara pemberontak Jepang melawan Pemuda ini berkobar sejak dari Cepiring (kl 30 Km sebelah barat Semarang) hingga Jatingaleh yang terletak di bagian atas kota. Di Jatingaleh ini pasukan Jepang yang dipukul mundur menggabungkan diri dengan pasukan Kidobutai yang memang berpangkalan di tempat tersebut. Suasana kota Semarang menjadi panas. Terdengar bahwa pasukan Kidobutai Jatingaleh akan segera mengadakan serangan balasan terhadap para Pemuda Indonesia. Situasi hangat bertambah panas dengan meluasnya desas-desus yang menggelisahkan masyarakat, bahwa cadangan air minum di Candi (Siranda) telah diracuni. Pihak Jepang yang disangka telah melakukan peracunan lebih memperuncing keadaan dengan melucuti 8 orang polisi Indonesia yang menjaga tempat tersebut untuk menghindarkan peracunan cadangan air minum itu.Dr Karyadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purasara) ketika mendengar berita ini langsung meluncur ke Siranda untuk mengecek kebenarannya. Tetapi beliau tidak pernah sampai tujuan, jenazahnya diketemukan di jalan Pandanaran Semarang, karena dibunuh oleh tentara Jepang (namamya diabadikan menjadi RS di Semarang). Keesokan harinya 15 Oktober 1945 jam 03.00 pasukan Kidobutai benar-benar melancarkan serangannya ke tengah-tengah kota Semarang. Markas BKR kota Semarang menempati komplek bekas sekolah MULO di Mugas (belakang bekas Pom Bensin Pandanaran). di belakangnya terdapat sebuah bukit rendah dari sinilah di waktu fajar Kidobutai melancarkan serangan mendadak terhadap Markas BKR. Secara tiba-tiba mereka melancarkan serangan dari dua jurusan dengan tembakan tekidanto (pelempar granat) dan senapan mesin yang gencar. Diperkirakan pasukan Jepang yang menyerang berjumlah 400 orang. Setelah memberikan perlawanan selama setengah jam, pimpinan BKR akhirnya menyadari markasnya tak mungkin dapat dipertahankan lagi dan untuk menghindari kepungan tentara Jepang, pasukan BKR mengundurkan diri meninggalkan markasnya


Pertempuran Medan Area

Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil Affairs Agreement. Dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda. 

Dalam melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan pemerintah sipil, pelaksanaannya diselenggarakan oleh NICA dibawah tanggungjawab komando Inggris. Kekuasaan itu kelak di kemudian hari akan dikembalikan kepada Belanda. Inggris dan Belanda membangun rencana untuk memasuki berbagai kota strategis di Indonesia yang baru saja merdeka. Salah satu kota yang akan didatangi Inggris dengan “menyelundupkan” NICA Belanda adalah Medan.

Sementara di tempat lain pada tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar berita proklamasi yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Mengggapi berita proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad lahir membentuk barisan Pemuda Indonesia.

Pada tanggal 9 Oktober 1945 rencana dalam Civil Affairs Agreement benar-benar dilaksanakan. Tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. 

Awalnya mereka diterima secara baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. 

Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. 

Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang berada di kota Medan.

Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.

Pada tanggal 10 desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak koraban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan. Pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Pemantangsiantar.

Untuk melanjutkan perjuangan di Medan maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komandan initerus mengadakan serangan terhadap Sekutu diwilayah Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatera terjadi perlawanan rakayat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Pertempuran itu terjadi, antara lian di Pandang, Bukit tinggi dan Aceh.


Sumber : http://indonesianvoices.blogspot.com/2010/01/pada-tanggal-24-agustus-1945-antara.html

Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa berlangsung empat hari, dari 13-15 Desember 1945. Semangat juang pasukan TKR menjadi penentu kemenangan dalam melawan musuh.
Awal Pertempuran
Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Soedirman pada pertengahan Desember 1945, membuat tentara sekutu terjepit dan akhirnya mundur dari Ambarawa menuju Semarang. Walaupun dihadang dengan seluruh kekuatan persenjataan modern serta kemampuan taktik dan strategi sekutu, para pejuang RI tak pernah gentar sedikitpun. Mereka melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan pengepungan ketat di semua penjuru kota Ambarawa. Dengan gerakan pengepungan rangkap ini sekutu benar-benar terkurung dan kewalahan.
Jenderal Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya mengusir tentara sekutu dan Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan menjadikan Ambarawa sebagai basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah. Dengan semboyan “Rawe-rawe rantas malang-malang putung, patah tumbuh hilang berganti”, pasukan TKR memiliki tekad bulat membebaskan Ambarawa atau dengan pilihan lain gugur di pangkuan ibu pertiwi.
Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Serangan pembebasan Ambarawa yang berlangsung selama empat hari empat malam dilancarkan dengan penuh semangat pantang mundur. Dari tanggal 12 hingga 15 Desember 1945, para pejuang tidak menghiraukan desingan-desingan peluru maut dan lawan.
Letusan tembakan sebagai isyarat dimulainya serangan umum pembebasan Ambarawa, terdengar tepat pukul 04.30 WIB pada 12 Desember 1945. Pejuang yang telah bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap mendekati sasaran yang telah ditentukan, dengan siasat penyerangan mendadak secara serentak di segala sektor. Seketika, dan segala penjuru Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan ledakan granat. Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh yang kalang kabut.
Akhir pertempuran
Sekitar pukul 16.00 WIB, TKR berhasil menguasai Jalan Raya Ambarawa Semarang, dan pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan sempurna. Terjadilah pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada 14 Desember 1945. Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh berkurang.
Akhirnya, pasukan sekutu mundur dan Ambarawa sambil melancarkan aksi bumi hangus pada 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir dengan kemenangan gemilang pada pihak TKR. Pasukan TKR berhasil merebut benteng pertahanan sekutu yang tangguh. Kemenangan pertempuran Ambarawa pada 15 Desember 1945. Keberhasilan Panglima Besar Jenderal Soedirman ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa. TNI AD memperingati tanggal tersebut setiap tahun sebagai Hari Infanteri.

Tuanku Imam Bonjol

Rabu, 19 September 2012

Tuanku Imam Bonjol (TIB) (1722-1864), yang diangkat sebagai pahlawan nasional berdasarkam SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, 6 November 1973, adalah pemimpin utama Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1837) yang gigih melawan Belanda.
Selama 62 tahun Indonesia merdeka, nama Tuanku Imam Bonjol hadir di ruang publik bangsa: sebagai nama jalan, nama stadion, nama universitas, bahkan di lembaran Rp 5.000 keluaran Bank Indonesia 6 November 2001.
Namun, baru-baru ini muncul petisi, menggugat gelar kepahlawanannya. TIB dituduh melanggar HAM karena pasukan Paderi menginvasi Tanah Batak (1816-1833) yang menewaskan “jutaan” orang di daerah itu (http://www.petitiononline. com/bonjol/petition.html).
Kekejaman Paderi disorot dengan diterbitkannya buku MO Parlindungan, Pongkinangolngolan Sinamabela Gelar Tuanku Rao: Teror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833 (2006) (Edisi pertama terbit 1964, yang telah dikritisi Hamka, 1974), kemudian menyusul karya Basyral Hamidy Harahap, Greget Tuanku Rao (2007).
Kedua penulisnya, kebetulan dari Tanah Batak, menceritakan penderitaan nenek moyangnya dan orang Batak umumnya selama serangan tentara Paderi 1816-1833 di daerah Mandailing, Bakkara, dan sekitarnya (Tempo, Oktober 2007).
Mitos kepahlawanan
Munculnya koreksi terhadap wacana sejarah Indonesia belakangan ini mencuatkan kritisisme terhadap konsep pahlawan nasional. Kaum intelektual dan akademis, khususnya sejarawan, adalah pihak yang paling bertanggung jawab jika evaluasi wacana historis itu hanya mengakibatkan munculnya friksi di tingkat dasar yang berpotensi memecah belah bangsa ini.
Ujung pena kaum akademis harus tajam, tetapi teks-teks hasil torehannya seyogianya tidak mengandung “hawa panas”. Itu sebabnya dalam tradisi akademis, kata-kata bernuansa subyektif dalam teks ilmiah harus disingkirkan si penulis.
Setiap generasi berhak menafsirkan sejarah (bangsa)-nya sendiri. Namun, generasi baru bangsa ini—yang hidup dalam imaji globalisme—harus menyadari, negara-bangsa apa pun di dunia memerlukan mitos-mitos pengukuhan. Mitos pengukuhan itu tidak buruk. Ia adalah unsur penting yang di-ada-kan sebagai “perekat” bangsa. Sosok pahlawan nasional, seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Sisingamangaraja XII, juga TIB, dan lainnya adalah bagian dari mitos pengukuhan bangsa Indonesia.
Jeffrey Hadler dalam “An History of Violence and Secular State in Indonesia: Tuanku Imam Bondjol and Uses of History” (akan terbit dalam Journal of Asian Studies, 2008) menunjukkan, kepahlawanan TIB telah dibentuk sejak awal kemerdekaan hingga zaman Orde Baru, setidaknya terkait tiga kepentingan.
Pertama, menciptakan mitos tokoh hero yang gigih melawan Belanda sebagai bagian wacana historis pemersatu bangsa.
Kedua, mengeliminasi wacana radikalisme Islam dalam upaya menciptakan negara-bangsa yang toleran terhadap keragaman agama dan budaya.
Ketiga, “merangkul” kembali etnis Minang ke haribaan Indonesia yang telah mendapat stigma negatif dalam pandangan pusat akibat peristiwa PRRI.
Kita tak yakin, sudah adakah biji zarah keindonesiaan di zaman perjuangan TIB dan tokoh lokal lain yang hidup sezaman dengannya, yang kini dikenal sebagai pahlawan nasional.
Kita juga tahu pada zaman itu perbudakan adalah bagian sistem sosial dan beberapa kerajaan tradisional Nusantara melakukan ekspansi teritorial dengan menyerang beberapa kerajaan tetangga. Para pemimpin lokal berperang melawan Belanda karena didorong semangat kedaerahan, bahkan mungkin dilatarbelakangi keinginan untuk mempertahankan hegemoni sebagai penguasa yang mendapat saingan akibat kedatangan bangsa Barat. Namun, mereka akhirnya menjadi pahlawan nasional karena bangsa memerlukan mitos pemersatu.
Bukan manusia sempurna
Tak dapat dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhan adalah sesama orang Minangkabau dan Mandailing atau Batak umumnya.
Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kompeni melibatkan diri dalam perang itu karena “diundang” kaum Adat.
Pada 21 Februari 1821 mereka resmi menyerahkan wilayah darek (pedalaman Minangkabau) kepada Kompeni dalam perjanjian yang diteken di Padang, sebagai kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum Paderi. Ikut “mengundang” sisa keluarga Dinasti Pagaruyung di bawah pimpinan Sultan Muningsyah yang selamat dari pembunuhan oleh pasukan Paderi yang dipimpin Tuanku Pasaman di Koto Tangah, dekat Batu Sangkar, pada 1815 (bukan 1803 seperti disebut Parlindungan, 2007:136-41).
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Agama melawan Belanda. Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB)— transliterasinya oleh Sjafnir Aboe Nain (Padang: PPIM, 2004), sebuah sumber pribumi yang penting tentang Perang Paderi yang cenderung diabaikan sejarawan selama ini—mencatat, bagaimana kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda.
Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Di ujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau sendiri.